Indonesia di Peringkat 14 Negara Paling Berpolusi: Apa Dampaknya?
INFOGRAFIK
9/26/20242 min read
Indonesia terus menghadapi tantangan serius terkait polusi udara, terutama di wilayah perkotaan. Dengan menduduki peringkat ke-14 sebagai negara paling berpolusi di dunia pada tahun 2023, Indonesia merupakan negara dengan konsentrasi PM2.5 yang cukup tinggi, yaitu 37,1 µg/m³. PM2.5 merupakan salah satu polutan udara paling berbahaya, karena ukurannya yang sangat kecil dapat masuk ke dalam paru-paru dan menyebabkan berbagai masalah kesehatan, mulai dari gangguan pernapasan hingga penyakit kardiovaskular. Temuan ini menunjukkan bahwa meskipun ada upaya untuk menurunkan polusi, kualitas udara di Indonesia masih menjadi masalah yang serius, khususnya di kota-kota besar yang padat penduduk.
Secara global, Bangladesh tercatat sebagai negara dengan kualitas udara terburuk selama beberapa tahun berturut-turut dengan tingkat PM2.5 yang mencengangkan, mencapai hampir 80 µg/m³. Sebagai perbandingan, konsentrasi PM2.5 di wilayah urban Indonesia seperti Tangerang Selatan bahkan melebihi beberapa negara yang terkenal dengan tingkat polusi tinggi dengan angka yang sangat mengkhawatirkan, yaitu 71,7 µg/m³, menandakan kondisi udara yang buruk bagi lebih dari satu juta penduduknya. Kota Tangerang, Bekasi, dan Jakarta juga termasuk dalam jajaran kota dengan polusi tertinggi di Indonesia, memberikan gambaran bahwa kemajuan urbanisasi yang pesat sering kali datang dengan harga yang tinggi bagi kesehatan lingkungan dan masyarakat. Menariknya, data dari kota-kota seperti Banda Aceh dan Kupang, yang jauh dari hiruk-pikuk urbanisasi berat, menunjukkan bahwa udara di wilayah ini jauh lebih bersih. Banda Aceh mencatat angka 9,8 µg/m³ dan Kupang bahkan lebih rendah, hanya 4,6 µg/m³. Fakta ini memperlihatkan betapa pentingnya kebijakan lingkungan yang berfokus pada pengendalian urbanisasi dan pemeliharaan lingkungan, agar kota-kota besar dapat mengikuti jejak kota-kota yang lebih kecil dengan kualitas udara lebih baik.
Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia tetap menjadi negara dengan kualitas udara terburuk, mengungguli negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura yang memiliki konsentrasi PM2.5 jauh lebih rendah, masing-masing 22,5 µg/m³ dan 13,4 µg/m³. Fenomena ini menegaskan bahwa selain faktor urbanisasi, Indonesia perlu memperhatikan masalah emisi industri, transportasi, dan kebakaran hutan yang kerap terjadi, terutama di musim kemarau.
Meskipun terjadi tren penurunan polusi dari tahun 2018 hingga 2022, peningkatan kembali pada tahun 2023 perlu diwaspadai. Kenaikan dari 30,4 µg/m³ pada 2022 menjadi 37,1 µg/m³ pada 2023 menandakan bahwa upaya yang telah dilakukan masih belum cukup untuk mempertahankan tren positif. Sehingga hal ini dapat menjadi alarm bagi pemangku kebijakan bahwa diperlukan tindakan yang lebih agresif untuk mengatasi sumber-sumber utama polusi di seluruh negeri.
Lebih dari sekadar angka, data ini berbicara tentang kesehatan jutaan orang yang terpapar kualitas udara yang buruk setiap harinya. Risiko kesehatan yang mengintai tidak hanya mempengaruhi kualitas hidup saat ini. Polusi udara yang bertanggung jawab atas sekitar satu dari sembilan kematian di seluruh dunia, merupakan ancaman lingkungan terbesar bagi kesehatan manusia. WHO memperkirakan bahwa polusi udara menyebabkan sekitar tujuh juta kematian dini di seluruh dunia setiap tahun. Oleh karena itu, investasi dalam energi bersih, infrastruktur hijau, dan kebijakan lingkungan yang lebih ketat bukan lagi sebuah pilihan, melainkan suatu keharusan.

